Opini

Metamorfosis Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Lanjutan Tahun 2020

Oleh: Maskup Asyadi

Ketua KPU Kabupaten Semarang

Penulis memilih kata “metamorfosa” sebagai wujud perubahan ketentuan dalam penyusunan daftar pemilih dalam rangka menuju penyusunan daftar pemilih yang lebih baik. Setiap warga negara yang telah memenuhi syarat (berumur 17 tahun atau belum 17 tahun tetapi sudah atau pernah menikah) memiliki hak untuk berpartisipasi dalam urusan pemerintahan mereka adalah salah satu pilar demokrasi. Perwujudannya adalah dalam bentuk yang paling mendasar dari partisipasi suara dalam pemilihan yang bebas, adil dan teratur. Bagi warga Negara, agar mereka dapat menggunakan hak demokratis mereka untuk memilih, penyelenggara pemilu akan membangun daftar pemilih, juga disebut pemilih yang komprehensif dan inklusif mendaftar. Daftar pemilih yang baik memastikan setiap warga negara yang memenuhi syarat terdaftar untuk memilih. Sebuah daftar pemilih memungkinkan untuk memisahkan dua fungsi yang paling penting dari otoritas penyelenggara pemilu, yaitu memverifikasi kelayakan pemilih dan mengendalikan legitimasi/sahnya proses pemungutan suara. Daftar ini juga dapat digunakan untuk beberapa tujuan misalnya sebagai pendidikan bagi pemilih, dan dapat digunakan partai politik dan kandidat untuk membantu dalam proses kampanye.

Pendaftaran pemilih adalah proses verifikasi identitas pemilih potensial, dan memasukkan nama dan komponen data kependudukan mereka dalam daftar pemilih. Untuk mewujudkan pendaftaran adil, komprehensif dan inklusif, pemilih potensial harus menyadari proses pendaftaran dan memiliki kesempatan yang sama dan diberikan akses untuk mengetahui serta terlibat aktif dalam proses pendaftaran pemilih tersebut. Kampanye pendidikan pemilih menumbuhkan kesadaran yang diperlukan dengan menekankan pentingnya pendaftaran, sebagai bentuk tanggung jawab warga negara untuk terdaftar, dan menyajikan informasi tentang pentingnya daftar pemilih bagi warga yang telah memenuhi persyaratan.

Pendaftaran pemilih sebenarnya merupakan kesatuan proses antara penyelenggara dengan warga potensi pemilih. Penyelenggara pemilu diberikan kesempatan untuk melaksanakan pendaftaran pemilih, sedangkan warga potensial pemilih perlu memperhatikan dan berperan aktif dalam tahapan tersebut untuk memastikan sudah tercantum dalam daftar pemilih. Hal tersebut dapat dilakukan warga dengan mengunjungi situs pendaftaran dan secara resmi dapat melakukan pendaftaran online melalui mekanisme yang telah ditetapkan.

Daftar pemilih secara terus menerus perlu dikelola dan diperbarui secara teratur oleh penyelenggara pemilu. Pemeliharaan biasanya melibatkan penambahan pemilih dan informasi lain yang terkait dari orang-orang yang memenuhi persyaratan, memperbarui rincian pemilih yang berhak yang berada di daftar pemilih dan menghapus nama-nama mereka yang tidak lagi memenuhi persyaratan (misalnya melalui kematian atau perubahan tempat tinggal). Dengan pemutakhiran daftar pemilih secara teratur tidak perlu ada pendaftaran pemilih saat menjelang pemilu, dengan tetap terus melakukan pemutakhiran atau pemeliharaan daftar pemilih yang sudah ada. Daftar pemilih berkelanjutan dapat dipertahankan baik secara lokal atau nasional. Daftar pemilih berkelanjutan perlu dilakukan karena diperbarui secara teratur. Biaya pendaftaran pemilih berkelanjutan ini akan lebih efektif dengan dukungan perangkat teknologi sehingga tidak membutuhkan petugas pendaftaran sebagaimana yang dilakukan saat menjelang pemilu.

Pelaksanaan Pemilihan Serentak Lanjutan Tahun 2020 dilaksanakan berdasarkan Perpu Nomor 2 Tahun 2020 yang tahapannya dilaksanakan mulai 15 Juni 2020. Tahapan paling awal yang dilaksanakan adalah pelantikan PPK/PPS yang di beberapa daerah yang menyelenggarakan Pemilihan Serentak belum dilakukan pelantikan. Bagi yang sudah dilakukan pelantikan, maka PPS memiliki kewajiban untuk mengusulkan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dari unsur RT, RW maupun tokoh masyarakat yang nantinya akan melaksanakan tugas melakukan pencocokan dan penelitian atas Daftar Pemilih yang telah dipetakan ke dalam TPS.

Untuk menjamin pelaksanaan Coklit yang dilaksanakan PPDP tanggal 15 Juli – 13 Agustus 2020, petugas PPDP dipastikan untuk mengikuti rapid test, mengingat tahapan Pemilihan Serentak Tahun 2020 dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Ketentuan dalam Pasal 5-9 PKPU 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan /atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19 mewajibkan tahapan yang dilaksanakan, salah satunya pelaksanaan coklit dengan menerapkan protocol Kesehatan secara ketat. Dari segi proses pengusulan PPDP, dilakukan secara daring dalam penyampaian berkas persyaratannya.

Sebagaimana ketentuan Pasal 10 PKPU Nomor 2 Tahun 2017 KPU menyusun daftar pemilih untuk disampaikan kepada PPDP melalui PPK dan PPS sebagai bahan pencocokan dan penelitian (Coklit). Perlu diketahui bahwa jenis formulir yang diatur  dalam Pasal 3 PKPU Nomor 2 Tahun 2017 diantaranya adalah Form AB (Daftar Perubahan Pemilih Hasil Pemutakhiran) dan Form AC (Daftar Pemilih Potensial Non KTP Elektronik). Dalam PKPU 6 Tahun 2020, form AC ini kemudian tidak diatur, sehingga Data Pemilih Potensial Non KTP Eelektronik masuk dalam Form AB (Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran). Perlu disimak lebih lanjut, bahwa form AB dalam PKPU 2 Tahun 2017 hanya untuk mencatat Daftar Perubahan Pemilih Hasil Pemutakhiran, sedangkan form AB dalam PKPU 6 Tahun 2020 adalah untuk mencatat Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran. Artinya, form AB dalam PKPU 6 Tahun 2020 memuat perubahan Data pemilih sekaligus mengakomodir pemilih pemilih potensial Non KTP yang sebelumnya dipisah dalam form AC.

Permasalahan dalam Pemilihan Serentak Tahun 2020 yang lalu terjadi, ketika Bawas Kabupaten/Kota menyampaikan surat Penerusan Pelanggaran Administrasi Pemilihan kepada KPU akibat PPS tidak memberikan Salinan AB KWK kepada Panwas Desa/Kelurahan. Hal tersebut terjadi hampir di semua wilayah yang menyelenggarakan Pemilihan Serentak 2020. Perlu dipahami bahwa ketentuan dalam Pasal 12 ayat 11 PKPU 2017 yang berbunyi “PPS menyampaikan daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) kepada PPK, PPL dan KPU/KIP Kabupaten/Kota dalam bentuk softcopy dan hardcopy” kemudian dijadikan dasar oleh Bawas Kabupaten/Kota untuk dengan tergesa-gesa memvonis PPS telah melakukan pelanggaran administrasi. Hal tersebut tentu membuat gaduh proses pemutakhiran data yang sudah dilakukan  teman-teman badan adhoc, yaitu PPDP, PPS dan PPK.

Apabila dibaca ketentuan pasal 25 ayat 4 PKPU 6 Tahun 2020, jelas disebutkan bahwa PPS menyampaikan hasil rekapitulasi daftar Pemilih hasil Pemutakhiran kepada: a. PPK; b. KPU Kabupaten/Kota melalui PPK; c. Panwaslu Kelurahan/Desa; dan d. perwakilan Partai Politik. Yang disampaikan kepada Panwas sebagaimana ketentuan tersebut hanyalah hasil rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran. Perbedaan ketentuan dalam Pasal 25 ayat 4 PKPU 6 Tahun 2020 dan Pasal 12 ayat 11 PKPU 2 Tahun 2017, tentu harus dipahami dalam konteks yang utuh, sehingga Bawaslu tidak memaksakan agar terjadi pelanggaran administrasi oleh PPS, dan kemudian berakibat harus memberikan sanksi kepada PPS.

Bahkan PPS juga mendasarkan pada Surat Edaran KPU Nomor: 684/PL.02.1- SD/01/KPU/VIII/2020, pada angka 2 (dua) berbunyi “KPU Kabupaten/Kota memerintahkan kepada PPS melalui PPK agar menjaga data hasil pemutakhiran yang berisi data pribadi by name by address untuk tidak membagikan, mengunggah atau memperjualbelikan data tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Pada pasal 1 angka 22, “data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya”, serta PKPU 19 Tahun 2019 pasal 33C, “KPU, KPU Provinsi/KIP Kabupaten/Kota wajib menjaga kerahasiaan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Prinsip pemutakhiran data komprehensif, akurat dan mutakhir tentu harus dikedepankan dalam pengawasan, terutama dilakukan oleh Panwas Kelurahan/Desa saat PPDP melakukan coklit. Jajaran KPU Kabupaten menyadari keterbatasan jumlah sumberdaya Panwas Desa/Kelurahan yang hanya 1 orang untuk mengawasi PPDP yang jumlahnya sebanyak TPS di masing-masing desa/kelurahan. Namun demikian, tidak perlu kemudian perbedaan pasal dalam kedua PKPU tersebut menyebabkan masalah pengawasan dalam coklit serta penyusunan daftar pemilih menjadi gaduh dan jauh dari prinsip komprehensif, akurat dan mutakhir. Mengadapa demikian? Akibat gaduhnya penafsiran kedua pasal dalam PKPU yang berbeda tersebut, kemudian banyak ditemukan laporan dari Panwas Desa/Kelurahan yang disampaikan ke Bawaslu Kabupaten/Kota tidak akurat. Panwas Desa/Kelurahan, disinyalir hanya meminta data kepada PPS sebagai laporan, tanpa melakukan pengawasan secara aktif.

Kondisi tersebut, seharusnya tidak perlu adanya Surat Bawaslu Kabupaten/Kota mengenai penerusan pelanggaran Administrasi Pemilihan. Dari awal seharusnya berfikir bagaimana solusi dengan adanya perbedaan pasal tersebut. KPU RI kemudian mengeluarkan SE Nomor: 759/PL.02.1-SD/01/KPU/IX/2020 pada tanggal 28 Agustus 2020 tentang tindak lanjut hasil koordinasi KPU dan Bawaslu dalam penyusunan daftar pemilihan serentak tahun 2020. Dalam angka 2 disampaikan bahwa “saran perbaikan dan/atau rekomendasi yang disampaikan oleh jajaran Bawaslu terhadap data pemilih dalam formulir A.B-KWK disampaikan kembali pada saat rekapitulasi DPHP untuk ditetapkan sebagai DPS di KPU Kabupaten/ Kota dilanjutkan dengan memberikan Salinan By Name By Address DPT dan pada angka 3 “KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memberikan data DPS (A.1- KWK) kepada Bawaslu dalam bentuk softfile dengan format CSV dan/atau Excel dengan menutup 6 (enam) angka ditengah (tanggal lahir) pada NIK dan NKK untuk menjaga kerahasiaan data pribadi”.

Konsep solusi inilah yang perlu dikedepankan dalam rangka mewujudkan pemutakhiran data yang komprehensif, akurat dan mutakhir, sehingga PPS kemudian tidak “divonis” telah melakukan pelanggaran. Jika Bawaslu membutuhkan A.B-KWK untuk membuktikan semua temuan coklit telah ditindaklanjuti, tentu PPS dan Panwas Desa/Kelurahan sudah melakukan koordinasi dari awal coklit sampai dengan penyerahan hasil coklit kepada PPS. Jika masih terdapat kekurangan, bukti tindaklanjut dapat dilihat dalam DPS yang disampaikan nantinya. Toh, proses pasca DPS masih ada perbaikan, bahkan dalam Pasal 28 PKPU 6 Tahun 2020 dilakukan uji public untuk mendapatkan masukan terhadap DPS.

Makna tergesa dan terburu-buru ini berbeda dari sikap sigap, cepat, dan tanggap yang selalu diiringi dengan fikiran jernih dan matang. Sikap tergesa-gesa justru lebih dekat dengan tindakan gegabah dan ceroboh. Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah, daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 1,535 kali